Deprecated: Required parameter $output follows optional parameter $depth in /home/pkaykstj/andiandaria.trinita.ac.id/wp-content/themes/jannah/framework/classes/class-tielabs-mega-menu.php on line 451
Pertemuan 9 (Jenis dan fungsi Sensor dan Transduser – 3) – Charissa
Transduser dan Sensor

Pertemuan 9 (Jenis dan fungsi Sensor dan Transduser – 3)

A. Tujuan dan Capaian Pembelajaran/Kompetensi Akhir

1. Mahasiswa mampu memahami serta menjelaska Sensor dan Transduser (Termal, Listrik ke termal, dan Radiasi)
2. Mahasiswa mampu merancang sistem dengan pengontrol/pengendali apa saja (PLC, Mikrokontroller, Mikroprosesor) yang memanfaatkan input Sensor dan Transduser (Termal, Listrik ke termal, dan Radiasi)

5.2 Sensor dan Transduser Termal

Sensor termal adalah sensor yang digunakan untuk mendeteksi gejala perubahan panas/temperatur/suhu pada suatu dimensi benda atau dimensi ruang tertentu (Widiyantoro, 2013).

5.2.1 Termokopel

Pada Gambar 4.17. memiliki fungsi sebagai sensor suhu rendah dan tinggi, yaitu suhu serendah 300°F sampai dengan suhu tinggi yang digunakan pada proses industri baja, gelas dan keramik yang lebih dari 3000°F.

Gambar 5.17 Sensor Termokopel (Sumber: Guru Pembelajar Modul Pelatihan Guru, 2016)

Prinsip kerja termokopel yaitu jika salah satu bagian pangkal lilitan dipanasi, maka pada kedua ujung penghantar yang lain akan muncul beda potensial (emf).

Termokopel ditemukan oleh Thomas Johan Seebeck tahun 1820 dan dikenal dengan Efek Seebeck (Widiyantoro, 2013). Sensor suhu termokopel memiliki nilai output yang kecil pada kondisi level noise yang tinggi, sehingga memerlukan pengkondisi sinyal agar nilai output tersebut dapat dibaca (Karim, 2016).

5.2.2 Termistor

Termistor adalah alat semikonduktor yang berkelakuan sebagai tahanan dengan koefisien tahanan temperatur yang tinggi, yang biasanya negatif.

Umumnya tahanan termistor pada temperatur ruang dapat berkurang 6% untuk setiap kenaikan temperatur sebesar 1°C. sehingga termistor sangat sesuai untuk pengukuran, pengontrolan dan kompensasi temperatur secara presisi (Widiyantoro, 2013). Gambar 4.18 mendeskripsikan konfigurasi termistor.

Gambar 5.18 Konfigurasi Termistor

Berdasarkan Koefisien suhunya, termistor dibedakan menjadi 2 jenis yang berbeda, yaitu :

1) NTC (Negative Temperature Coeficient)

Merupakan thermistor yang mempunyai koefisien negatif, artinya perbandingan antara suhu dengan resistansinya berbanding terbalik. jika resistansi meningkat maka suhu akan menurun dan sebaliknya. Bentuk fisik
dan simbol dari NTC dapat dililihat pada Gambar 4.19.

Gambar 5.19 Bentuk Fisik dan Simbol NTC

2) PTC (Positive Temperature Coeficient)

Merupakan Thermistor yang memiliki koefisien positif, yaitu antara suhu dengan resistansinya sebanding. Jika resistansinya naik maka suhunya juga akan mengalami kenaikan juga, begitupun sebaliknya. Bentuk fisik dan simbol dari PTC dapat dililihat pada Gambar 4.20.

Gambar 5.20 Bentuk Fisik dan Simbol PTC

3) RTD (Resistance Temperature Detector)

RTD (Resistance Temperature Detector) pada dasarnya adalah resistor yang peka terhadap suhu. Ini adalah perangkat koefisien suhu positif, yang berarti bahwa resistansi meningkat dengan suhu.

Gambar 5.21 Sensor RTD

Sifat resistif logam disebut resistivitasnya. Properti resistif mendefinisikan panjang dan luas penampang yang diperlukan untuk membuat RTD dari nilai yang diberikan. Resistansi sebanding dengan panjang dan berbanding terbalik dengan luas penampang.

Di mana :
R = Perlawanan (ohm)
r = Tahanan (ohm)
L = Panjang
A = Cross Sectional Area

Resistance Temperature Detectors (RTD’s) sering digunakan dalam industri plastik dan banyak lainnya (Thermo Sensor Corp., 2013). RTD adalah perangkat yang berisi sumber resistansi listrik (disebut sebagai “elemen penginderaan”) yang mengubah nilai resistansi tergantung pada suhunya.

Perubahan resistensi dengan suhu ini dapat diukur dan digunakan untuk menentukan suhu suatu proses atau bahan. Elemen sensor RTD datang dalam dua gaya dasar, kawat-luka dan film.

Elemen luka kawat mengandung panjang kawat berdiameter sangat kecil (biasanya berdiameter .0005 hingga .0015 inci) yang dililitkan ke dalam kumparan dan dikemas di dalam mandrel keramik, atau luka di sekitar bagian luar rumah keramik dan dilapisi dengan bahan isolasi.

Kabel timah yang lebih besar (biasanya 0,008 hingga diameter 0,015 inci) disediakan yang memungkinkan kabel ekstensi yang lebih besar dihubungkan ke kawat elemen yang sangat kecil.

Elemen sensor tipe film dibuat dari substrat berlapis logam yang memiliki pola resistansi. Pola ini bertindak sebagai konduktor panjang, datar, dan kurus, yang memberikan hambatan listrik.

Kabel timah terikat pada substrat berlapis logam dan ditahan di tempat menggunakan manik epoksi atau kaca (pyromation Inc., no date).

4) IC temperatur Sensor

AD590 dan LM35 secara tradisional menjadi perangkat yang paling populer, tetapi selama beberapa tahun terakhir alternatif yang lebih baik telah tersedia. Mereka memberikan sinyal keluaran arus atau tegangan dengan impedansi
keluaran yang relatif rendah. Membutuhkan sumber daya eksitasi dan pada dasarnya linier.

Gambar 5.22 Sensor Suhu AD590

AD590 adalah transduser suhu sirkuit terintegrasi dua terminal. Menghasilkan arus keluaran yang proporsional dengan suhu absolut (1μA / K yang berarti 298.2 µA 8298.2K (25 ° C). AD590 harus digunakan dalam aplikasi penginderaan suhu apa pun di bawah 150 ° C, biaya rendah, sirkuit linearization, amplifier tegangan presisi, sirkuit pengukur resistansi dan kompensasi sambungan dingin tidak diperlukan dalam menerapkan AD590.

AD590 sangat berguna dalam aplikasi penginderaan jauh. Perangkat tidak sensitif terhadap penurunan tegangan pada saluran yang panjang karenaoutput arus impedansinya tinggi (Intersil, 2002).

Gambar 0.23 Sensor LM35

LM35 dikalibrasi langsung dalam suhu ° celcius +10.0 mV / ° C. LM35 memiliki rentang pengukuran -55 °C hingga + 150 °C, cocok untuk aplikasi jarak jauh dan biaya rendah.

Tegangan pengoperasian berkisar antara 4 hingga 30 volt dan pemanasan sendiri rendah yaitu 0,08 ° C. Non-linieritas hanya ± ¼ ° C tipikal dan output impedansi rendah yaitu 0,1 ohm untuk beban 1 mA (Texas Instruments, 2017).

5.3 Sensor dan Transduser listrik ke termal

5.3.1 Elemen pemanas

Transduser yang dikenal untuk konversi listrik ke termal adalah elemen pemanas, dan untuk sebagian besar tujuan ini terdiri dari kawat paduan nikel seperti nichrome.

Paduan nikel, kromium, dan besi ini memiliki ketahanan yang baik terhadap oksidasi bahkan ketika panas kemerahan, dan resistivitasnya tinggi, sehingga memungkinkan ketahanan yang tinggi untuk dicapai tanpa memerlukan kawat pengukur sempit yang sangat panjang.

Jumlah energi yang diubah diberikan oleh persamaan Joule tetapi tingkat suhu yang akan disebabkan oleh arus yang diberikan kurang dapat diprediksi.

Suatu bahan mencapai suhu stabil ketika laju kehilangan energi panas sama dengan laju di mana energi dimasukkan. Tingkat kehilangan tergantung antara suhu material dan suhu sekitar.

Elemen pemanas berupa kawat nikelin berbentuk pipih yang dililitkan pada lembaran mika yang dibentuk sedemikian rupa sehingga panasnya dapat tersebar merata.

Pada elemen pemanas lainnya kawat nikelin digulung menyerupai bentuk spiral dan dimasukkan dalam selongsong/pipa sebagai pelindung. Ada juga yang berupa spiral nikelin diberi selongsong dari bahan keramik/batu tahan api sebagai pelindung dan sekaligus sebagai isolator (Karim, 2016).

5.3.2 Transduser Efek Peltier

Efek Peltier, ditemukan pada tahun 1822, adalah bentuk lain dari aksi transduser listrik ke panas, dan merupakan kebalikan dari aksi termokopel (Seebeck).

Sekali lagi, dua persimpangan logam yang berbeda digunakan, dan dalam hal ini, arus dilewatkan di sekitar rangkaian, menghasilkan satu sambungan persimpangan dan pemanasan lainnya.

Perubahan suhu untuk arus yang diberikan kecil untuk sambungan logam-kelogam, tetapi dapat menjadi substansial untuk sambungan logam-ke-semikonduktor, menjadikannya cara yang berguna untuk mengontrol suhu untuk ruang kecil (Sinclair, 2001).

Konversi energi listrik menjadi energi panas berlangsung dengan hampir 100% efisiensi, tetapi tidak ada konversi dari energi termal ke bentuk lain yang mendekati efisiensi lebih dari 50%.

Alasan untuk ini dirangkum dalam hukum termodinamika, dan didasarkan pada prinsip bahwa kita tidak tahu berapa banyak panas yang terkandung dalam suatu benda, dan kita tidak bisa menghilangkan semuanya.

Setiap perubahan dari energi panas ke bentuk lain harus melibatkan panas yang diambil oleh konverter pada suhu tinggi dan lebih sedikit jumlah panas yang diberikan pada suhu yang lebih rendah.

Konversi dari energi termal ke energi listrik, dilakukan dalam skala besar, dengan cara menghasilkan uap, dengan turbin yang mengoperasikan uap digabungkan dengan alternator. Sumber energi panas dapat berupa nuklir.

Penggunaan metode turbin gas dan alternator langsung yang lebih mahal dan hanya digunakan untuk menambah pasokan dari pembangkit listrik tenaga batubara dan nuklir konvensional.

Salah satu manfaat dari ketidakefisienan seluruh proses dapat berupa ketersediaan air dalam jumlah besar pada suhu domestik yang berguna 40-60° C, dan di beberapa negara stasiun pembangkit listrik juga menjual limbah panasnya dalam jenis skema yang disebut CHP (gabungan panas dan daya) (Sinclair, 2001).

5.4 Sensor dan Transduser Radiasi

5.4.1 Foto detektor Termal

Prinsip ilmiah dasar di balik detektor termal yaitu radiasi IR yang mengenai suatu material akan menyebabkan efek panas yang kemudian akan menyebabkan perubahan sifat fisik material tersebut.

Material yang digunakan dapat menangkap perubahan yang sangat kecil dari radiasi yang terjadi dan mengakibatkan perubahan suhu maksimum untuk detektor.

Bahan-bahan yang dapat digunakan sangat bervariasi dan demikian pula sifat-sifat yang diubah. Keuntungannya yaitu dapat digunakan pada berbagai panjang gelombang dan dapat beroperasi pada suhu kamar.

Kekurangan yaitu waktu respons yang lambat (dalam milidetik) dan sensitivitas rendah

1) Detektor Termokopel


Gambar 5.24 Detektor Termokopel

Termokopel adalah jenis detektor termal yang menempatkan dua logam yang berbeda misalnya Bismut dan antimon. Ketika logam dipanaskan oleh radiasi infamerah, tegangan kecil, sebanding dengan suhu di persimpangan antara 2 logam, dikirim (efek Peltier). Beberapa termokopel yang terhubung secara seri membentuk termopile (Columbia University, no date).

2) Detektor Piroelektrik

Gambar 5.25 Detektor Piroelektrik

Detektor piroelektrik terdiri dari kristal non-centrosymmetrical yang memiliki medan listrik internal di sepanjang sumbu kutubnya. Ketika radiasi infamerah mengenai detektor terjadi perubahan dalam polarisasi yang disebabkan oleh perubahan kisi kristalkristal.

Dengan menghubungkan 2 elektroda ke kristal, detektor piroelektrik dapat bertindak sebagai kapasitor. Namun efeknya tergantung pada laju perubahan suhu, bukan perubahan suhu itu sendiri.

Detektor juga akan mengabaikan efek radiasi latar. Detektor piroelektrik biasanya digunakan dalam spektrometer FTIR.

5.4.2 Detektor Foton

1) Detektor Fotoemisif

Detektor fotoemisif merupakan detektor yang menerapkan prinsip efek fotoelektrik. Cahaya yang mengenai detektor akan melepaskan elektron dari permukaan material detektor.

Elektron bebas yang dilepaskan akan mengalir atau dikumpulkan di rangkaian eksternal.

Gambar 5.26 Detektor Fotoemisif

Detektor fotoemisif tampilannya agak mirip dengan tabung penguat sinyal radio yang digunakan pada perangkat radio awal sebelum munculnya transistor dan sirkuit terintegrasi, yang terdiri dari anoda dan katoda di dalam tabung kaca.

Detektor fotoemisif memiliki kelemahan yang agak serius yaitu agak besar dan rapuh, dan membutuhkan voltase yang cukup tinggi 100 V atau lebih, meskipun mereka memiliki konstanta waktu yang sangat singkat.

2) Detektor Fotokonduktif

Detektor fotokonduktif merupakan resistor yang nilai resistansinya dipengaruhi oleh cahaya. Resistensi detektor fotokonduktif berkurang dengan meningkatnya intensitas cahaya yang mengenainya, yang disebut dengan fotokonduktivitas (Wang, no date).

Detektor fotokonduktif adalah detektor cahaya berbasis semikonduktor dimana foton yang mengenai sel fotokonduktif menyebabkan eksitasi elektron.

Selama elektron tetap berada dalam pita konduksi, konduktivitas semokonduktor akan meningkat (Usher, 1985).

Gambar 5.27 Detektor Fotokonduktif

3) Detektor Fotovoltaik

Detektor fotovoltaik adalah memiliki karakteristik antara fotoemisif dan fotokonduktif. Detektor fotovoltaik dibangun dari bahan yang mirip dengan yang digunakan dalam perangkat fotokonduktif.

Fotovoltaik mengandung pn junction yang memiliki efek menyebabkan pemisahan fisik antara hole dan pasangan elektron. Ketika fotovoltaik mengalami radiasi arus mengalir seperti pada detektor fotoemisif.

Pada kondisi gelap perangkat fotovoltaik memiliki karakteristik seperti dioda biasa, meskipun memiliki arus bocor yang agak tinggi. Karakteristik arus / tegangan adalah karakteristik dioda biasa tetapi ketika diterangi seluruh karakteristik bergerak secara fisik ke bawah dengan jumlah yang sama dengan arus cahaya.

Transduser menghasilkan tegangan / arus bahkan tanpa adanya catu daya eksternal atau bias oleh karena itu fotovoltaik biasa juga disebut sel surya digunakan untuk pembangkit listrik di pesawat ruang angkasa dll.

4) Sensor Fotodioda

Gambar 5.28 Sensor Fotodioda

Sensor fotodioda merupakan dioda yang peka terhadap cahaya, sensor fotodioda akan mengalami perubahan resistansi pada saat menerima intensitas cahaya.

Fotodioda akan mengalirkan arus secara linear terhadap intensitas cahaya yang diterima. Arus tersebut merupakan arus bocor ketika fotodioda tersebut disinari dan dalam keadaan reverse bias.

Tanggapan frekuensi sensor fotodioda tidak luas dan tanggapan paling baik terhadap cahaya infra merah tepatnya pada cahaya dengan panjang gelombang sekitar 0,9 µm.

Fotodioda adalah sensor cahaya yang termasuk kategori sensor cahaya fotokonduktif (Karim, 2016).

5) Sensor Fototransistor

Gambar 5.29 Sensor Fototransistor

Fototransistor adalah suatu bentuk transistor yang sambungan basis-emiternya tidak tertutup dan dapat dipengaruhi oleh cahaya.

Sambungan basis-emitor bertindak sebagai fotodioda, dan arus dalam sambungan tersebut kemudian diperkuat oleh aksi transistor normal sehingga memberikan arus kolektor yang jauh lebih besar hingga 1000 kali lebih besar dari arus keluaran fotodioda.

Di sisi lain akibat sensitivitas yang sangat meningkat, waktu respons transistor jadi lebih lama. Oleh karena itu fototransistor tidak cocok untuk mendeteksi berkas cahaya yang telah dimodulasi dengan sinyal frekuensi tinggi (Sinclair, 2001).

B. Tugas

1. Buatlah sebuah rancangan sistem dengan pengontrol/pengendali apa saja (PLC, Mikrokontroller, Mikroprosesor) yang memanfaatkan input Sensor dan Transduser Termal.
2. Buatlah sebuah rancangan sistem dengan pengontrol/pengendali apa saja (PLC, Mikrokontroller, Mikroprosesor) yang memanfaatkan input Sensor dan Transduser listrik ke termal.
3. Buatlah sebuah rancangan sistem dengan pengontrol/pengendali apa saja (PLC, Mikrokontroller, Mikroprosesor) yang memanfaatkan input Sensor dan Transduser Radiasi.

C. Daftar Pustaka

1. Badano, A. (2003) ‘Principles of Cathode-Ray Tube and Liquid Crystal Display Devices’, Syllabus: a categorical course in diagnostic radiology …, 20857(January 2003), pp. 91–102. Available at:
http://www.engin.umich.edu/class/ners580/nersbioe_481/lectures/pdfs/RSNA2 003_DR_PrincCRT+LCD_Badano.pdf.
2. Columbia University (no date) Thermocouples and Pyroelectric Detectors.
Available at:
http://www.columbia.edu/itc/chemistry/ARCHIVE/chemc1500TL/experiments/session3/thermocouple/thermocouple.html (Accessed: 12 September 2019).
3. Electronic Notes (no date a) Carbon Microphone.
Available at:
https://www.electronics-notes.com/articles/audiovideo/microphones/electretmicrophone.php (Accessed: 18 October 2019).
4. Electronic Notes (no date b) Dynamic Microphone Moving Coil Microphone Electronics Notes.
Available at: https://www.electronicsnotes.com/articles/audiovideo/microphones/moving-coil-dynamicmicrophone.php (Accessed: 22 October 2019).
5. Endress and Hauser (2017) Flow measuring technology for liquids , gases and steam. Endress and Hauser. Available at: www.endress.com.
6. Figaro Engineering Inc. (2018) Operating principle -Catalytic-type gas sensor.
Available at: https://www.figaro.co.jp/en/technicalinfo/principle/catalytictype.html (Accessed: 3 October 2019).
7. Gunathilaka, W. M. D. R. et al. (2012) ‘Ambient Radio Frequency energy harvesting’, 2012 IEEE 7th International Conference on Industrial and Information Systems, ICIIS 2012, (June 2016). doi:10.1109/ICIInfS.2012.6304789.
8. Intersil (2002) AD590 2-Wire, Current Output Temperature Transducer. Intersil.
9. Karim, S. (2016) Modul Pelihan Guru : Paket Keahlian Teknik Elektronika Industri Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bidang Otomotif dan Elektronika, Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan. doi: 10.1017/CBO9781107415324.004.
10. Morris, A. S. (2001) Measurement & Instrumentation Principles. Third. Oxford: Reed Educational and Professional Publishing Ltd.
11. Peddinti, V. K. (no date) ‘Light Emitting Diodes (LEDs) basic structures’. doi: 10.1007/s00710-007-0198-0.
12. pyromation Inc. (no date) RTD Theory.
13. SCME (2014) Introduction to Transducers, Sensors, and Actuators, Southwest Center for Microsystems Education (SCME) University of New Mexico. Albuquerque: University of New Mexico.
Available at:
http://engtech.weebly.com/uploads/5/1/0/6/5106995/more_on_transducers_sensors_actuators.pdf.
14. Sinclair, I. R. (2001) Sensors and Transducer, The British Journal of Psychiatry. Oxford: Reed Educational and Profesional Publishing Ltd. doi:10.1192/bjp.111.479.1009-a.
15. Texas Instruments (2017) LM35 Precision centigrade temperature sensors.Texas Instruments.
Available at: www.ti.com.
16. Thermo Sensor Corp. (2013) Resistance Temperature Detectors ( RTDs ). Thermo Sensors Corp.
17. Usher, M. J. (1985) Sensor And Transducer. London: Macmillan Publisher Ltd. doi:10.1192/bjp.112.483.211-a.
18. Wang, W.-C. (no date) Optical Detectors Photodetectors.
Available at:
http://photonics.intec.ugent.be/education/IVPV/res_handbook/v1ch15.pdf.
19. Ylä-mella, J., Pongrácz, E. and Keiski, R. L. (2014) ‘Liquid Crystal Displays : Material Content and Recycling Practices University of Oulu University of Oulu University of Oulu’, (August).
20. Yunusa, Z. et al. (2014) ‘Gas Sensors : A Review’, Sensors & Transducers, 168(December 2015), pp. 61–75. Available at: http://www.sensorsportal.com.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button